1. Kondisi Sosial Budaya Indonesia saat ini.
Akhir-akhir ini kita melihat bahwa kesadaran kemanusiaan mengalami penurunan. Konformisme pada perilaku kolektif mendominasi kehidupan sehari-hari. Kekasaran, kekerasan, kebrutalan, dan sadisme terus terjadi. Seolah-olah bangsa ini sedang melakukan berbagai eksperimen dalam berperilaku. Perubahan yang demikian drastis sejak terjadinya krisis ekonomi1997, yang berkembang menjadi krisis multidemensi termasuk di dalamnya sosial budaya, membuat suatu pilihan tentang apa yang telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pilihan dimaksud adalah reformasi, transformasi atau deformasi. Sepertinya ke tiga pilihan sudah diambil oleh masyarakat kita, coba perhatikan :
a. Reformasi. Pada hakekatnya reformasi adalah pilihan utama rakyat Indonesia, hal ini terjadi karena terfokusnya elit politik pada era orde baru, sehingga masyarakat dengan dipelopori oleh kalangan kampus (mahasiswa) merubah tatanan yang tidak semestinya dilakukan, dengan memformulasikan aturan-aturan baru, dengan memegang pada nilai-nilai lama yang diharapkan dapat mengentaskan Indonesia dari keterpurukannya.
b. Transformasi. Kadang-kadang apa yang dilakukan oleh masyarakat karena harapannya ingin cepat mencapai hasil, maka tanpa disadari apa yang terjadi adalah merupakan transformasi.
c. Deformasi. Yang lebih parah lagi adalah apa yang kenyataannya terjadi pada lapisan masyarakat pada awal reformasi, tindakan kekerasan baik berupa perkosaan terhadap etnis cina, penjarahan mal-mal disertai dengan pembakaran, kerusuhan massa yang terjadi di Jakarta, Solo, Semarang, sampai dengan mengarahnya pada kondisi disintegrasi di Aceh, Papua, Maluku/Ambon, karena munculnya gerakan separatisme bersenjata. Yang kalau kita lihat kenyataan di atas merupakan deformasi.
Dilihat dari 7 unsur universal kebudayaan, maka kondisi sosial budaya Indonesia saat ini adalah sebagai berikut :
1. Bahasa, sampai saat Indonesia masih konsisten dalam bahasa yaitu bahasa Indonesia. Sedangkan bahasa-bahasa daerah merupakan kekayaan plural yang dimiliki bangsa Indonesia sejak jaman nenek moyang kita. Bahasa asing (Inggris) belum terlihat popular dalam penggunaan sehari-hari, paling pada saat seminar, atau kegiatan ceramah formal diselingi denga bahasa Inggris sekedar untuk menyampaikan kepada audien kalau penceramah mengerti akan bahasa Inggris.
2. Sistem teknologi, perkembangan yang sangat menyolok adalah teknologi informatika. Dengan perkembangan teknologi ini tidak ada lagi batas waktu dan negara pada saat ini, apapun kejadiannya di satu negara dapat langsung dilihat di negara lain melalui televisi, internet atau sarana lain dalam bidang informatika.
3. Sistem mata pencarian hidup/ekonomi. Kondisi pereko-nomian Indonesia saat ini masih dalam situasi krisis, yang diakibatkan oleh tidak kuatnya fundamental ekonomi pada era orde baru. Kemajuan perekonomian pada waktu itu hanya merupakan fatamorgana, karena adanya utang jangka pendek dari investor asing yang menopang perekonomian Indonesia.
4. Organisasi Sosial. Bermunculannya organisasi sosial yang berkedok pada agama (FPI, JI, MMI, Organisasi Aliran Islam/Mahdi), Etnis (FBR, Laskar Melayu) dan Ras.
5. Sistem Pengetahuan. Dengan adanya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) diharapkan perkembangan pengetahuan Indonesia akan terus berkembang sejalan dengan era globalisasi.
6. Religi. Munculnya aliran-aliran lain dari satu agama yang menurut pandangan umum bertentangan dengan agama aslinya. Misalnya : aliran Ahmadiyah, aliran yang berkembang di Sulawesi Tengah (Mahdi), NTB dan lain-lain.
7. Kesenian. Dominasi kesenian saat ini adalah seni suara dan seni akting (film, sinetron). Seni tari yang dulu hampir setiap hari dapat kita saksikan sekarang sudah mulai pudar, apalagi seni yang berbau kedaerahan. Kejayaan kembali wayang kulit pada tahun 1995 – 1996 yang dapat kita nikmati setiap malam minggu, sekarang sudah tidak ada lagi. Seni lawak model Srimulat sudah tergeser dengan model Extravagansa. Untuk kesenian nampaknya paling dinamis perkembangannya.
2. Pengaruh Globalisasi pada aspek Sosial Budaya.
Globalisasi yang secara umum digambarkan dapat menembus dan melintas tanpa batas negara dan bangsa, lintas budaya, antar budaya dan terpaan budaya. Adapun bentuk globalisasi dapat dikategorikan menjadi tujuh jenis (The Group of Lisbon, 1995) :
a. Globalisasi keuangan dan pemilikan modal melalui deregulasi pasar modal, mobilitas modal internasional, dan merger serta akuisisi.
b. Globalisasi pasar dan strategi ekonomi melalui integrasi kegiatan usaha skala internasional, aliansi strategis, dan pembangunan usaha terpadu di negara lain.
c. Globalisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Penelitian dan Pengembangan.
d. Globalisasi sikap hidup dan pola konsumsi atau globalisasi budaya.
e. Globalisasi aturan-aturan pemerintah.
f. Globalisasi Politik Internasional.
Dalam globalisasi sosial budaya akan berpengaruh baik positif maupun negatif.
a. Pengaruh Positif dapat berupa:
1. Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, Ilmu Pengetahuan, dan ekonomi.
2. Terjadinya pergeseran struktur kekuasaan dari otokrasi menjadi oligarki.
3. Mempercepat terwujudnya pemerintahan yang demokratis dan masyarakat madani dalam skala global.
4. Tidak mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan ekonomi guna mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
5. Tidak berseberangan dengan desentralisasi.
6. Bukan penyebab krisis ekonomi.
g. Pengaruh Negatif :
1. Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah kepada masyarakat yang konsumtif komersial. Masyarakat akan minder apabila tidak menggunakan pakaian yang bermerk (merk terkenal).
2. Terjadinya kesenjangan budaya. Dengan munculnya dua kecenderungan yang kontradiktif. Kelompok yang mempertahankan tradisi dan sejarah sebagai sesuatu yang sakral dan penting (romantisme tradisi). Dan kelompok ke dua, yang melihat tradisi sebagai produk masa lalu yang hanya layak disimpan dalam etalase sejarah untuk dikenang (dekonstruksi tradisi/disconecting of culture).
3. Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses globalisasi tidak hanya memperlemah posisi negara melainka juga akan mengakibatkan kompetisi yang saling menghancurkan.
4. Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat kemajuan teknologi dan pengurangan biaya per unit produksi, maka output mengalami peningkatan drastis sedangkan jumlah pekerjaan berkurang secara tajam.
5. Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa serta budaya barat, serta kecenderungan melecehkan nilai-nilai budaya tradisional.
6. Globalisasi merupakan kompor bagi munculnya gerakan-gerakan neo-nasionalis dan fundamentalis. Proses globalisasi yang ganas telah melahirkan sedikit pemenang dan banyak pecundang, baik pada level individu, perusahaan maupun negara. Negara-negara yang harga dirinya diinjak-injak oleh negara-negara adi kuasa maka proses globalisasi yang merugikan ini merupakan atmosfer yang subur bagi tumbuhnya gerakan-gerakan populisme, nasionalisme dan fundamentalisme.
3. Dampak perbedaan kultural terhadap kondisi Indonesia.
g. Antar Etnis :
Etnis Cina yang menjadi sokoguru perekonomian Indonesia di bidang swasta, akan selalu menjadi sasaran tembak manakala muncul suatu isue. Lihat saja kasus di Pekalongan adanya isue tukang becak yang dipukul orang cina, tidak antara lama pertokoan-pertokoan cina dirusak, dan banyak lagi contoh kasus yang sejenis yang terjadi di Indonesia.
Namun anehnya tradisi cina yang mulai diperbolehkan sejak era reformasi ini, tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat. Dahulu pertunjukan Liong, dan Barongsai dilarang, sekarang bahkan sudah menjadi acara pokok dalam even-even khusus, misalnya acara tahun baru baik nasional maupun Gong Xi Facai, hiasan lampion yang dipajang di mal-mal.
Pada saat terjadinya separatisme di wilayah NAD, dengan munculnya GAM, di sana yang dianggap musuh oleh GAM adalah orang jawa. Di Aceh sudah tertanam nilai kalau pada jaman penjajahan dulu, Aceh tidak pernah dijajah oleh Belanda atau negara manapun. Kemudian pada waktu merdeka dan berlanjut pada era orde baru, muncul kesan Aceh mulai dijajah. Hasil pendapatan dari NAD hampir semua lari ke pusat, sampai ada pameo ”kalau di Jakarta banyak jembatan bawahnya bukan sungai, tapi di Aceh banyak sungai tidak ada jembatan”.
h. Antar Umat Beragama.
Masih banyak terjadinya diskriminasi-diskriminasi yang berlindung pada agama, pemeluk agama minoritas yang selalu dirugikan. Contoh : terjadinya perusakan gereja di berbagai tempat, yang selalu menjadi penyebab dengan isue bahwa gereja tersebut tidak ada IMBnya, atau masyarakat sekitar gereja yang memberika ijin pada waktu pendirian sudah pindah, dan pendatang baru merasa tidak nyaman dekat dengan gereja. Padahal kalau dilakukan penelitian mungkin hanya sedikit saja masjid yang mempunyai IMB.
Baru-baru ini (Jumat, 23 Maret 2007) di Tasikmalaya muncul isue pelarangan beribadah oleh Direktur PT DBM (Dahana Berlian Motor) Khairul Halim terhadap karyawannya, yang berdampak lumpuhnya perekonomian di Tasikmalaya pada hari itu.
Munculnya kasus pelarangan aliran Ahmadiyah untuk melakukan kegiatan ibadah di Bogor, yang berdampak perusakan komplek Ahmadiyah tersebut.
Aliran Mahdi di Sulawesi Tengah, juga merupakan fenomena sosial budaya yang berujung pada konflik sosial.
Konflik horizontal di Ambon, yang dipicu oleh tidak mau bayarnya seseorang pada saat naik angkutan kota. Telah meluluhlantakkan kota Ambon menjadi konflik antar umat beragama (Islam dengan Kristen).
Kasus Poso sampai sekarang belum juga reda, karena adanya campur tangan dari kelompok fanatis dari Jawa yang ikut memperkeruh suasana dengan melakukan teror.
i. Antar Ras.
Terjadinya anggapan perbedaan ras oleh warga Timor Timur dengan Indonesia yang mengakibatkan keinginan mereka untuk berpisah kembali dengan Indoensia. Pada kenyataannya setelah berpisah konflik sosial disana terus berlanjut.
Keinginan yang hampir sama dilakukan oleh warga Papua, dimana mereka mengaku dari Ras Milenisia, yang juga berbeda dengan Ras Indonesia pada umumnya.
Munculnya superioritas ras Melayu di Riau, juga berdampak akan terjadinya konflik sosial apabila tidak dikelola dengan baik mulai saat ini.
Dari penjelasan-penjelasan di atas bahwa terjadinya perbedaan kultur di Indonesia kalau tidak disatukan dalam wadah nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pancasila, tidak mustahil tinggal menunggu waktu terjadinya disintegrasi yang dapat membubarkan NKRI.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi :
i. Eksternal :
1. Peluang :
a. Adanya dampak positif dari globalisasi pada bidang teknologi, ilmu pengetahuan dan ekonomi.
b. Masih berlanjutnya proses reformasi yang mengarah pada pengembangan budaya yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur (tercantum dalam Prioritas Agenda I pencapaian Visi dan Misi Pembangunan Indonesia).
c. Keberhasilan agenda reformasi di bidang politik yaitu terciptanya politik yang demokratis, dan dipilihnya Presiden, Gubenrnur dan Wali kota/Bupati secara langsung oleh rakyat.
d. Masih diakuinya nilai pemersatu dalam pluralisme Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika.
e. Terjadinya pergeseran budaya organisasi yang desentralistik.
f. Masih konsisten dan komitmennya bangsa Indonesia terhadap bahasa pemersatu yaitu Bahasa Indonesia.
2. Kendala :
a. Terjadinya kontradiktif akibat perbedaan kelompok yang pro status quo dalam tradisi dan sejarah dengan kelompok dekonstruktif tradisi.
b. Bergesernya sifat masyarakat dari gotong royong mengarah pada individualistis.
c. Terjadinya dampak sosial yang mengarah kepada konflik baik horizontal, vertikal maupun laten, akibat dari perbedaan etnis, agama dan ras.
d. Munculnya fenomena-fenomena baru dampak dari globalisasi budaya. Misalnya budaya barat free sex, yang telah merambah pada ABG (Anak Baru Gede) kota-kota besar diIndonesia.
e. Penyalahgunaan narkoba yang telah menjadi budaya, dengan munculnya budaya tripping di diskotik-diskotik.
f. Kondisi geografis yang menyulitkan dalam mengantisipasi gejolak masyarakat yang jauh dari jangkauan.
ii. Internal :
1. Kekuatan :
a. Pola rekruitmen yang telah diarahkan pada the local boy on the local job, perlu mendapat apresiasi karena dengan konsep tersebut diharapkan masyarakat yang menjadi polisi dan ditugaskan di tempat asalnya akan mempermudah dalam pemantauan perkembangan sosial budaya setempat.
b. Adanya sistem dan methode yang variatif yang dimiliki Polri dalam memecahkan setiap permasalahan masyarakat .
c. Telah tergelarnya Community Policing (Perpolisian Masyarakat) di jajaran kewilayahan Polri, yang dapat memberdayakan masyarakat dalam melakukan pemecahan masalah pada intern mereka.
d. Kualitas pimpinan pada setiap level organisasi yang cukup memadai untuk mengatasi gejala sosial yang muncul dalam masyarakat.
2. Kelemahan :
a. Secara umum kuantitas pers Polri yang tidak seimbang dengan populasi penduduk yang tersebar pada jajaran kewilayahan Polri.
b. Sarana dan prasarana yang kurang mendukung dalam pelaksanaan tugas, akibat minimnya logistik yang dimiliki oleh suatu kesatuan.
c. Teknologi kepolisian yang belum bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
d. Terlupakannya penerapan protap-protap (prosedur tetap) dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang mengarah pada kajadian konflik sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar